WUJUD KEBUDAYAAN DAN ORIENTASI NILAI BUDAYA, PERUBAHAN KEBUDAYAAN, dan KAITAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
A. WUJUD KEBUDAYAAN DAN ORIENTASI NILAI BUDAYA
Wujud Kebudayaan
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
· Gagasan
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat.
Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk
tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan
buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
· Aktivitas
Aktivitas
adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem
sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang
saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
· Artefak
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang
berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam
masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat,
dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud
kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud
kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang
lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah
kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Orientasi Nilai Budaya
Kluckhohn
dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai budaya
merupakan sebuah konsep beruanglingkup luas yang hidup dalam
alam fikiran sebahagian besar warga suatu masyarakat, mengenai apa yang
paling berharga dalam hidup. Rangkaian konsep itu satu sama lain saling
berkaitan dan merupakan sebuah sistem nilai – nilai budaya.
Secara
fungsional sistem nilai ini mendorong individu untuk berperilaku
seperti apa yang ditentukan. Mereka percaya, bahwa hanya
dengan berperilaku seperti itu mereka akan berhasil (Kahl, dalam
Pelly:1994). Sistem nilai itu menjadi pedoman yang melekat erat secara
emosional pada diri seseorang atau sekumpulan orang, malah merupakan
tujuan hidup yang diperjuangkan. Oleh karena itu, merubah sistem nilai
manusia tidaklah mudah, dibutuhkan waktu. Sebab, nilai – nilai tersebut
merupakan wujud ideal dari lingkungan sosialnya. Dapat pula
dikatakan bahwa sistem nilai budaya suatu masyarakat
merupakan wujud konsepsional dari kebudayaan mereka, yang seolah –
olah berada diluar dan di atas para individu warga masyarakat itu.
Ada lima masalah
pokok kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan yang dapat ditemukan
secara universal. Menurut Kluckhohn dalam Pelly (1994) kelima masalah
pokok tersebut adalah: (1) masalah hakekat hidup, (2) hakekat kerja atau
karya manusia, (3) hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, (4)
hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar, dan (5) hakekat dari
hubungan manusia dengan manusia sesamanya.
Berbagai
kebudayaan mengkonsepsikan masalah universal ini dengan
berbagai variasi yang berbeda – beda. Seperti masalah pertama,
yaitu mengenai hakekat hidup manusia. Dalam banyak kebudayaan yang
dipengaruhi oleh agama Budha misalnya, menganggap hidup itu buruk dan
menyedihkan. Oleh karena itu pola kehidupan masyarakatnya berusaha untuk
memadamkan hidup itu guna mendapatkan nirwana, dan
mengenyampingkan segala tindakan yang dapat menambah rangkaian
hidup kembali (samsara) (Koentjaraningrat, 1986:10). Pandangan seperti
ini sangat mempengaruhi wawasan dan makna kehidupan itu secara
keseluruhan. Sebaliknya banyak kebudayaan yang berpendapat bahwa hidup
itu baik. Tentu konsep – konsep kebudayaan yang berbeda ini berpengaruh
pula pada sikap dan wawasan mereka.
Masalah
kedua mengenai hakekat kerja atau karya dalam kehidupan. Ada kebudayaan
yang memandang bahwa kerja itu sebagai usaha untuk kelangsungan hidup
(survive) semata. Kelompok ini kurang tertarik kepada kerja keras. Akan
tetapi ada juga yang menganggap kerja untuk mendapatkan status, jabatan
dan kehormatan. Namun, ada yang berpendapat bahwa kerja untuk
mempertinggi prestasi. Mereka ini berorientasi kepada prestasi bukan
kepada status.
Masalah ketiga mengenai
orientasi manusia terhadap waktu.Ada budaya yang memandang penting masa
lampau, tetapi ada yang melihat masa kini sebagai focus usaha dalam
perjuangannya. Sebaliknya ada yang jauh melihat kedepan. Pandangan yang
berbeda dalam dimensi waktu ini sangat mempengaruhi perencanaan hidup
masyarakatnya.
Masalah keempat berkaitan
dengan kedudukan fungsional manusia terhadap alam. Ada yang percaya
bahwa alam itu dahsyat dan mengenai kehidupan manusia. Sebaliknya ada
yang menganggap alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk dikuasai
manusia. Akan tetapi, ada juga kebudayaan ingin mencari harmoni dan
keselarasan dengan alam. Cara pandang ini akan berpengaruh terhadap pola
aktivitas masyarakatnya.
Masalah kelima
menyangkut hubungan antar manusia. Dalam banyak kebudayaan hubungan ini
tampak dalam bentuk orientasi berfikir, cara bermusyawarah, mengambil
keputusan dan bertindak. Kebudayaan yang menekankan hubungan horizontal
(koleteral) antar individu, cenderung untuk mementingkan hak azasi,
kemerdekaan dan kemandirian seperti terlihat dalam masyarakat –
masyarakat eligaterian. Sebaliknya kebudayaan yang menekankan hubungan
vertical cenderung untuk mengembangkan orientasi keatas (kepada
senioritas, penguasa atau pemimpin). Orientasi ini banyak terdapat dalam
masyarakat paternalistic (kebapaan). Tentu saja pandangan ini sangat
mempengaruhi proses dinamika dan mobilitas social masyarakatnya.
Inti
permasalahan disini seperti yang dikemukakan oleh Manan
dalam Pelly (1994) adalah siapa yang harus mengambil keputusan.
Sebaiknya dalam system hubungan vertical keputusan dibuat oleh atasan
(senior) untuk semua orang. Tetapi dalam masyarakat yang
mementingkan kemandirian individual, maka keputusan dibuat dan
diarahkan kepada masing – masing individu.
Pola
orientasi nilai budaya yang hitam putih tersebut di atas merupakan pola
yang ideal untuk masing – masing pihak. Dalam kenyataannya terdapat
nuansa atau variasi antara kedua pola yang ekstrim itu yang
dapat disebut sebagai pola transisional.
B. PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Pengertian
perubahan kebudayaan adalah suatu keadaan dalam masyarakat yang
terjadi karena ketidak sesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang
saling berbeda sehingga tercapai keadaan yang tidak serasi fungsinya
bagi kehidupan.
Contoh :
· Masuknya
mekanisme pertanian mengakibatkan hilangnya beberapa jenis teknik
pertanian tradisional seperti teknik menumbuk padi dilesung diganti oleh
teknik “Huller” di pabrik penggilingan padi. Peranan buruh tani sebagai
penumbuk padi jadi kehilangan pekerjaan.
Semua
terjadi karena adanya salah satu atau beberapa unsur budaya yang tidak
berfungsi lagi, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan didalam
masyarakat. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian yaitu :
kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi dan filsafat bahkan perubahan
dalam bentuk juga aturan-aturan organisasi social. Perubahan kebudayaan
akan berjalan terus-menerus tergantung dari dinamika masyarakatnya.
Ada faktor-faktor yang mendorong dan menghambat perubahan kebudayaan yaitu:
a. Mendorong perubahan kebudayaan
· Adanya
unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi mudah berubah, terutama
unsur-unsur teknologi dan ekonomi ( kebudayaan material).
· Adanya individu-individu yang mudah menerima unsure-unsur perubahan kebudayaan, terutama generasi muda.
· Adanya faktor adaptasi dengan lingkungan alam yang mudah berubah.
Menghambat perubahan kebudayaan
· Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi sukar berubah
seperti :adat istiadat dan keyakinan agama ( kebudayaan non material)
· Adanya individu-individu yang sukar menerima unsure-unsur perubahan terutama generasi tu yang kolot.
Ada juga faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan :
a. Faktor intern
· Perubahan Demografis
Perubahan
demografis disuatu daerah biasanya cenderung terus bertambah, akan
mengakibatkan terjadinya perubahan diberbagai sektor kehidupan, c/o:
bidang perekonomian, pertambahan penduduk akan mempengaruhi persedian
kebutuhan pangan, sandang, dan papan.
· Konflik social
Konflik
social dapat mempengaruhi terjadinya perubahan kebudayaan dalam suatu
masyarakat. c/o: konflik kepentingan antara kaum pendatang dengan
penduduk setempat didaerah transmigrasi, untuk mengatasinya pemerintah
mengikutsertakan penduduk setempat dalam program pembangunan
bersama-sama para transmigran.
· Bencana alam
Bencana
alam yang menimpa masyarakat dapat mempngaruhi perubahan c/o; bencana
banjir, longsor, letusan gunung berapi masyarkat akan dievakuasi dan
dipindahkan ketempat yang baru, disanalah mereka harus beradaptasi
dengan kondisi lingkungan dan budaya setempat sehingga terjadi proses
asimilasi maupun akulturasi.
· Perubahan lingkungan alam
Perubahan
lingkungan ada beberapa faktor misalnya pendangkalan muara sungai yang
membentuk delta, rusaknya hutan karena erosi atau perubahan iklim
sehingga membentuk tegalan. Perubahan demikian dapat mengubah kebudayaan
hal ini disebabkan karena kebudayaan mempunyai daya adaptasi dengan
lingkungan setempat.
b. Faktor ekstern
· Perdagangan
Indonesia terletak
pada jalur perdagangan Asia Timur denga India, Timur Tengah bahkan
Eropa Barat. Itulah sebabnya Indonesia sebagai persinggahan
pedagang-pedagang besar selain berdagang mereka juga memperkenalkan
budaya mereka pada masyarakat setempat sehingga terjadilah perubahan
budaya dengan percampuran budaya yang ada.
· Penyebaran agama
Masuknya
unsur-unsur agama Hindhu dari India atau budaya Arab bersamaan proses
penyebaran agama Hindhu dan Islam ke Indonesia demikian pula masuknya
unsur-unsur budaya barat melalui proses penyebaran agama Kristen dan
kolonialisme.
· Peperangan
Kedatangan
bangsa Barat ke Indonesia umumnya menimbulkan perlawanan keras dalam
bentuk peperangan, dalam suasana tersebut ikut masuk pula unsure-unsur
budaya bangsa asing ke Indonesia.
C. KAITAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
Hubungan manusia dengan kebudayaan adalah :
Manusia
sebagai perilaku kebudayaan. Kebudayaan merupakan objek yang
dilaksanakan manusia. Dalam sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai
sebagai dwitunggal, maksudnya bahwa walaupun keduanya berbeda tetapi
keduanya merupakan satu kesatuan. Manusia menciptakan kebudayaan, dan
setelah kebudayaan tercipta maka kebudayaan mengatur hidup manusia agar
sesuai dengannya. Tmpak bahwa keduanya akhirnya merupakan satu kesatuan.
Sumber :