Total Pengunjung

Wednesday 2 November 2011

Maraknya Pengmis dan Pengamen di Jakarta


Berdasarkan data dari Dinas Sosial DKI Jakarta, jumlah anjal pada 2009 sebanyak 3.724 orang, 2010 meningkat menjadi 5.650 orang, dan pada 2011 ini juga meningkat menjadi 7.315. Pada umumnya mereka bekerja sebagai pengemis, pengamen, pengelap kaca mobil, pedagang asongan, joki 3 in 1, dan petugas parkir liar, keadaan ini cukup memprihatinkan. Mereka bukan hanya lahir di jakarta, tapi ada juga datang dari luar kota .

penyebab utama kondisi itu adalah karena penduduk miskin yang makin bertambah. Sejak reformasi bergulir banyak masyarakat yang standar hidupnya makin menurun. Penghasilan masyarakat berkurang, sehingga daya beli pun ikut berkurang orang tua kesulitan mencukupi kebutuhan anak-anaknya, dan akhirnya si anak mencari nafkah sendiri, antara lain dengan menjadi anak jalanan.

Di samping itu , Keberadaan terminal bus dan stasiun besar yang aktif selama 24 jam mendukung kondisi tersebut.

Ini yang menyebabkan jakarta menjadi kota yang ramai dan padat dengan berbagai aktivitas bisnis dan jasa. Kondisi ini menjadikan tempat yang menarik bagi anak jalanan. Mereka memadatinya, sehingga jumlahnya tiap tahun cenderung meningkat .


Diungkapkan, dibanding dengan kelompok anak yang memerlukan perlindungan khusus lainnya, seperti anak telantar, anak nakal, anak cacat, anak bermasalah dengan hukum, dan anak yatim, kelompok anak jalanan ini sulit ditangani.

Selain anak jalanan, kelompok lainnya bisa ditangani dan dibina di lembaga sosial masyarakat dan organisasi sosial lainnya. Tapi kalau anak jalanan, karena merasa mudah mencari uang di jalanan, sehingga mereka enggan dibina .

Fenomena ini menjadikan Pemerintah kesulitan membina anak-anak tersebut, misalkan tahun ini membina 20 dari 300 anak jalanan, ternyata tahun berikutnya jumlahnya makin bertambah. Jadi upaya pembinaan, kalah cepat dengan pertumbuhan mereka. Ini yang sering terjadi .

Dikatakan, sebenarnya pemerintah kota jakarta bersama sejumlah LSM di jakarta sudah maksimal membina mereka. Pembinaan yang dilakukan dalam bentuk pelatihan keterampilan dengan memberi modal usaha. Tapi karena pikiran mereka, kalau mencari uang di jalanan lebih mudah daripada bekerja, akhirnya mereka ada yang kembali ke jalan .

Tahun ini mengalokasikan dana dari pemprov DKI sebesar Rp 500 juta untuk pengentasan anak jalanan dan anak-anak yang perlu mendapat perhatian khusus lainnya. Sedang Pemprov DKI pun menyalurkan dana untuk pengentasan anak tersebut, melalui beberapa LSM yang ditunjuk untuk membina mereka.


Pemprov DKI Jakarta, memiliki ketegasan terkait dengan warganya. Seperti dicontohkan saat kunjungan kerja yang dilakukan Komisi VIII ke Cina. Warga Cina harus berdomisili di kota kelahirannya. Ketika pindah kota, maka hak-hak warga tersebut tidak serta merta ikut pindah juga.

Menurutnya, itu bisa diadaptasi di sini, ketika ada warga yang tidak punya KTP DKI, hak meraka tetap ada di daerah asal, bukan di DKI.

Jadi tidak sembarangan orang masuk ke Jakarta. Sehingga tidak menjadi beban Pemprov DKI. Kalau kita mau adil,  itu harus menjadi beban daerah asal. Karena akan berakibat tidak adil kepada warga Jakarta asli, karena anggaran tersedot untuk orang yang bukan penduduk asli,

Permasalahan anjal bukan hanya masalah daerah semata, tetapi masalah bersama. Untuk itu, perlu dipikirkan bagaimana meningkatkan perekonomian daerah, sehingga mereka tidak perlu datang ke Jakarta .
 

No comments:

Post a Comment